Percobaan-percobaan telah dilakukan ahli kimia sejak zaman dulu. Sampai pertengahan abad ke-18 para ahli kimia masih menduga bahwa sebagian massa zat ada yang hilang setelah terjadinya reaksi kimia, seperti pembakaran kayu akan menghasilkan abu yang rapuh dan ringan dibandingkan dengan kayu yang dibakar sebelumnya. Mereka menduga bahwa sesuatu telah menghilang pada saat pembakaran. "Sesuatu" itu disebut "flogiston".
Ide awal teori flogiston berasal dari Johann Joachim Becker (1635-1682) yang kemudian menarik perhatian Gerge Ernst Stahl (1660-1734).
Teori flogiston pada prinsipnya menyatakan:
1) semua materi mengandung zat ringan yang disebut flogiston;
2) suatu reaksi kimia merupakan perpindahan flogiston dari suatu materi ke materi yang lain.
Becher dan Stahl memberikan contoh pada pembakaran suatu logam, massanya akan berubah menjadi lebih berat dibandingkan massa logam awal. Logam akan kehilangan flogiston sehingga berubah menjadi calx logam (sekarang disebut oksida logam). Untuk memperoleh kembali logam tersebut, calx harus dibakar bersama karbon yang kaya flogiston, karena flogiston semula sudah hilang di udara. Calx akan menyerap flogiston dari udara sehingga berubah menjadi logam semula.
Hampir satu abad teori flogiston dianut oleh para ilmuwan. Pada tahun 1774, Joseph Priestley (1733-1804) dari Inggris melakukan eksperimen dengan memanaskan calx merkuri (merkuri oksida) yang berupa serbuk merah. Calx merkuri dapat berubah kembali menjadi logam merkuri hanya dengan pemanasan tanpa penambahan materi yang kaya akan flogiston. Calx merkuri terurai menjadi logam raksa dan suatu "udara aneh" yang berbeda dari udara biasa. Jika bara api diletakkan dalam "udara aneh", maka ia akan menyala lebih terang. Menurut Priestly, serbuk calx merkuri menyerap flogiston udara sehingga berubah menjadi logam raksa. Akibatnya udara di sekitarnya kehabisan flogiston yang disebut "dephlogisticated air".
Kegagalan teori flogiston disebabkan pada waktu itu para ilmuwan belum memahami keterlibatan gas dalam reaksi kimia. Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) di Paris, Prancis, menganggap "flogiston" adalah suatu zat khayal yang keberadaannya belum terbukti secara eksperimen. Menurut Lavoisier, suatu eksperimen kimia harus memakai pengukuran dan perhitungan kuantitatif.
Teori flogiston itu hilang setelah Antoine Laurent Lavoisier (1743 - 1794) seorang ilmuwan Perancis menerbitkan bukunya berjudul Traite Elementaire de Chemie. Dalam buku itu, Lavoisier mengemukakan bahwa jika suatu reaksi kimia dilakukan dalam tempat tertutup, sehingga tidak ada hasil reaksi yang keluar dari tempat tersebut, ternyata massa zat sebelum reaksi dan sesudah reaksi adalah tetap. Inilah yang disebut sebagai Hukum Kekekalan Massa.
Contoh:
Logam Magnesium sebanyak 3 gram direaksikan dengan 5 gram oksigen sehingga menghasilkan magnesium oksida. Berapakah massa magnesium oksida yang terbentuk setelah reaksi berakhir?
Penyelesaian:
Diketahui:
massa magnesium = 3 gram
Massa oksigen = 5 gram
Ditanyakan: massa magnesium oksida yg terbentuk ...?
Jawab:
$\begin{align} \text{Massa sebelum reaksi } & = \text{ Massa sesudah reaksi} \\ \text{Massa magnesium + massa oksigen } & = \text{ Massa magnesium oksida} \\ \text{3 gram + 5 gram } & = \text{ Massa magnesium oksida} \\ \text{8 gram } & = \text{ Massa magnesium oksida} \end{align} $
Jadi, massa magnesium oksida yang dihasilkan adalah 8 gram.
Demikian pembahasan materi Hukum Kekekalan Massa atau Hukum Lavoisier dan contohnya. Silahkan juga baca materi lain yang berkaitan dengan hukum dasar kimia yaitu hukum perbandingan tetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.